Minggu, 04 Agustus 2013

Prinsip Perhitungan Struktur Menggunakan Komputer

Komputer bisa menjadi alat bantu yang handal untuk melakukan perhitungan struktur. Namun untuk menggunakan software komputer kita harus :

  • Paham asumsi-asumsi dasar analisis

  • paham perilaku struktur yang sebenarnya

Teknik memahami perilaku struktur :
  1. Observasi Fisik dan hasil uji
  2. Mempelajari Asumsi dasar
  3. Mempelajari dasar matematis model
  4. Study Parametris
  5. Memakai model sederhana
  • Mampu membuat model struktur dan validasi hasilnya.

Dalam membuat pemodelan struktur, sebaiknya:
  1. Jangan terlalu rumit dari yang diperlukan (jika bisa dibuat model yang simpel tetapi representatif).
  2. Jangan berkeinginan membuat model secara keseluruhan dengan ketelitian yang sama untuk setiap detail yang diinginkan.
  3. Perlu mengetahui perilaku struktur sebenarnya di lapangan. Faktor-faktor apa yang paling berpengaruh. Tidak ada jaminan bahwa banyak faktor maka hasilnya semakin baik.
  4. Jangan langsung percaya dengan hasil keluaran komputer, kecuali telah dilakukan validasi-validasi yang teliti dan ketat.
  5. Lihat asumsi-asumsi yang dipakai apakah sudah logis dan mewakili kondisi struktur yang real di lapangan.
Demikian beberapa prinsip agar perhitungan dapat menghasilkan hitungan yang mendekati kebenaran aslinya setelah diaplikasikan di lapangan.

REKAYASA HIDROLOGI

      Hidrologi termasuk salah satu cabang ilmu geografi (ilmu bumi) dan sudah mulai dikembangkan oleh para filsuf kuno, antara lain dari Yunani, Romawi, Cina dan Mesir. Dimana air dianggap sebagai bagian dari unsur utama bersama-sama dengan bumi, udara dan api.
     Secara harafiah “hidrologi” berasal dari bahasa Yunani, yakni  “hydro” dan “loge”. Hydro berarti sesuatu yang berhubungan dengan air dan loge berarti pengetahuan. Jadi hidrologi adalah ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air di atmosfir dan permukaan bumi serta di bawah permukaan bumi. Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. 

Ruang lingkup hidrologi mencakup :                    
  1. pengukuran, mencatat, dan publikasi data dasar.
  2. deskripsi propertis, fenomena, dan distribusi air di daratan.
  3. analisa data untuk mengembangkan teori-teori pokok yang ada pada hidrologi.
  4. aplikasi teori-teori hidrologi untuk memecahkan masalah praktis.

Hidrologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi ada hubungan dengan ilmu lain, seperti meteorologi, klimatologi, geologi, agronomi kehutanan, ilmu tanah, dan hidrolika.

Menurut The International Association of Scientific Hydrology, hidrologi dapat dibagi menjadi:
  1. Potamologi (Potamology), khusus mempelajari aliran permukaan (surface streams)
  2. Limnologi (Limnology), khusus mempelajari air danau
  3. Geohidrologi (Geohydrology), khusus mempelajari air yang ada di bawah permukaan tanah (mempelajari air tanah = groundwater)
  4. Kriologi (Cryology), khusus mempelajari es dan salju
  5. Hidrometeorologi (Hydrometeorology), khusus mempelajari problema-problema yang ada diantara hidrologi dan meteorologi.

 Model Sederhana Siklus Hidrologi

Jumat, 26 Juli 2013

Penetapan Nilai Faktor Air Semen

 
Dalam perencanaan campuran adukan beton, nilai faktor air semen dapat anda tetapkan dengan salah satu cara dari 2 cara berikut :


A. Cara Pertama :
Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata perlu pada umur beton tertentu, nilai faktor air semen dapat ditetapkan dengan mengacu pada Grafik hubungan antara kuat tekan beton dan faktor air semen di atas.
Langkah penetapannya dapat dilakukan dengan cara berikut :
  1. Pada sumbu vertikal tetapkan nilai fcr', lalu tarik ke kanan sampai memotong kurva yang sesuai.
  2. Dari titik potong tersebut tariklah garis ke bawah, maka akan ditemukan nilai fas (faktor air semen) yang dicari.

B. Cara Kedua :
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar, dan kuat tekan rata-rata perlu pada umur beton tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan cara :
  1. Lihat tabel perkiraan kuat tekan beton di bawah, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar, dan umur beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan rata-rata perlu seandainya dipakai fas = 0,50.
  2. Pada grafik di bawah, buatlah titik A dengan nilai fas = 0,50 (sebagai absis) dan kuat tekan rata-rata perlu yang diperoleh dari tabel (sebagai ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik yang sudah ada di dekatnya, selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak (ordinat) di kiri pada kuat tekan rata-rata perlu memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong itu kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar (absis) dan dapat dibaca nilai faktor-air-semen yang dicari.
JENIS SEMEN
JENIS AGREGAT KASAR
KUAT TEKAN BETON / UMUR
3
7
28
91
I, II, V
Alami (kerikil)
17
23
33
40
Buatan (batu pecah)
19
27
37
45
III
Alami (kerikil)
21
28
38
44
Buatan (batu pecah)
25
33
44
48
Tabel Perkiraan kuat tekan beton (Mpa) dengan fas = 0,50


Nilai Slump Pada Beton

nilai slump beton
Nilai slump adalah nilai yang diperoleh dari hasil uji slump dengan cara beton segar diisikan  ke dalam suatu corong baja berupa kerucut terpancung, kemudian bejana ditarik ke atas sehingga beton segar meleleh ke bawah.

Besar penurunan permukaan beton segar diukur, dan disebut nilai 'slump'. Makin besar nilai slump, maka beton segar makin encer dan ini berarti semakin mudah untuk dikerjakan.


Penetapan nilai slump dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
  1. Cara pengangkutan adukan beton.
  2. Cara penuangan adukan beton.
  3. Cara pemadatan beton segar.
  4. Jenis struktur yang dibuat.
Cara pengangkutan adukan beton dengan aliran dalam pipa yang dipompa dengan tekanan membutuhkan nilai slump yang besar, adapun pemadatan adukan dengan alat getar (triller) dapat dilakukan dengan nilai slump yang sedikit lebih kecil.
Sebagai petunjuk awal penetapan nilai slump, dapat mengacu pada tabel penetapan nilai slump adukan beton berikut :
Pemakaian Beton (Berdasarkan jenis struktur yang dibuat)Maks (cm)Min (cm)
Dinding, Plat Pondasi dan Pondasi telapak bertulang
12,5
5,0
Pondasi telapak tidak bertulang, Caison, dan struktur di bawah tanah
9,0
2,5
Pelat, Balok, Kolom dan dinding
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal (beton massa)
7,5
2,5

Perbandingan Berat Agregat Halus dan Kasar

Nilai banding antara berat agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat agregat campuran.

Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik di bawah ini, lalu diperoleh presentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran.


Perbandingan agregat halus dan kasar pada beton

Dengan data berat jenis agregat campuran dan kebutuhan air per m3 beton, maka berat beton dapat diperkirakan dengan bantuan grafik di bawah :



Caranya adalah :

  1. Dari berat jenis agregat campuran dibuat garis miring berat jenis campuran yang paling dekat dengan yang sudah ada dalam gambar.
  2. Kebutuhan air dimasukkan ke dalam sumbu horizontal, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat sebelumnya.
  3. Dari titik potong ini kemudian ditarik garis horisontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat beton.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFe1McOCtz51xahqZwBdmAd1iODLaDtu6spd0xHmYwh_WR6GsuSdUqUGN62rGDT52YN94E4XAM2VASL1wRqpgzDBb91eXJvAJJO6hTJt5maNT53xfsq26s6jEwmrml23Xtzm6jUC4swXI/s1600/grafik2.jpg

Prinsip Mendesain Ruangan Dalam Bangunan

     Sebelumnya perlu kita ketahui kenapa kita harus mengatur ruang-ruang yang ada dalam bangunan gedung.Sebuah bangunan dibuat dalam rangka untuk mengakomodasi segala kegiatan dari penghuni rumah/bangunan. Kegiatan tersebut bisa jadi merupakan kegiatan bagi manusia, tapi tidak menutup kemungkinan bila kegiatan/aktivitas tersebut dilakukan atau diperuntukkan bagi hewan, benda mati ataupun mesin-mesin produksi.
    Kegiatan yang berlangsung dalam sebuah bangunan bersifat heterogen, tergantung dari tingkat kerahasiaan, aturan yag berlaku, tingkat kenyamanan, dll. Untuk memenuhinya maka ruang-ruang dalam bangunan perlu diatur supaya aktivitas yang berlangsung dalam bangunan tersebut dapat berjalan dengan optimal.

Untuk mengatur ruang-ruang dalam bangunan, yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Tentukan jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam bangunan tersebut
  2. Tentukan kebutuhan ukuran ruang yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut
  3. Tentukan tingkat hubungan antar ruang.
  4. Tentukan urutan untuk mencapainya.
  5. Tentukan perletakkannya.
  6. Buat gambar denah ruangan.
Keterangan dari rincian di atas adalah :

1. Menentukan jenis kegiatan :

 

A. Fungsi bangunan rumah tinggal :

  • Ruang Tamu
  • Ruang Duduk
  • Ruang Tidur
  • Ruang Makan
  • Dapur
  • Kamar mandi / WC

B. Fungsi Bangunan, Rental Play Station / warnet

  • Ruang Game / User internet
  • Ruang Kasir
  • Kamar mandi / WC

C. Fungsi Bangunan Rumah Sakit DLL

Jenis Ruangan tersebut dianalisis berdasarkan fungsi global dari bangunan.
 

2. Menentukan Kebutuhan Ukuran Ruang :

 

  • Ukuran ruang dapat ditentukan dari ukuran ruang sejenis yang pernah ada sebelumnya. Namun juga bisa dianalisis sendiri berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan.
  • Ukuran ruang tiap individu tidak dapat disamaratakan, tergantung dari berbagai latar belakang pribadi yang menempati ruang tersebut.

 

3. Menentukan Tingkat Hubungan Antar Ruang.

 

Tingkat hubungan antar ruang
Tingkat hubungan antar ruang



  • Hubungan antar ruang bisa sangat dekat/intim, dan bisa juga sangat jauh.
  • tingkat hubungan antar ruang selalu berubah tergantung dari selera penhuninya.

4. Menentukan Urutan pencapaian ruang 

 

Agar dapat terjangkau secara optimal, maka perlu ditentukan urutan pencapaian antar ruang yang ada dalam bangunan, urutan ini dapat satu persatu atau dapat juga secara bersamaan.
Urutan pencapaian ruang
Urutan pencapaian ruang

 

5. Menentukan Lokasi Perletakan Ruang

 

Berdasarkan bentuk dan ukuran lahan yang akan dibangun, perlu ditetapkan lokasi ruang, penetapannya dengan mempertimbangkan aspek-aspek dari item di atas.
Menentukan lokasi perletakan ruang
Menentukan lokasi perletakan ruang

 

6. Membuat Denah Ruang

 

Berdasarkan zona ruang pada lahan, maka dibuatlah denah ruang dengan mempertimbangkan aspek-aspek kenyamanan, estetika, dll.
Denah ruang
Denah ruang

Jenis-Jenis Pondasi

1. Pondasi Batu Kali

 

pondasi batu kali

Pondasi ini digunakan pada bangunan sederhana yang kondisi tanah aslinya cukup baik. Biasanya kedalaman pondasi ini antara 60 - 80 cm. Dengan lebar tapak sama dengan tingginya.
Kebutuhan bahan baku untuk pondasi ini adalah :
- Batu belah (batu kali/guning)
- Pasir pasang
- Semen PC (abu-abu).

Kelebihan :

  • Pelaksanaan pondasi mudah
  • Waktu pengerjaan pondasi cepat
  • Batu belah mudah didapat, (khususnya pulau jawa)

 Kekurangan :

  • Batu belah di daerah tertentu sulit dicari
  • Membuat pondasi ini memerlukan cost besar (bila sesuai kondisi pertama)
  • Pondasi ini memerlukan biaya lebih mahal jika untuk rumah bertingkat.

2. Pondasi Tapak (Foot Plate) 

 

pondasi tapak
 
Pondasi yang biasa digunakan untuk bangunan bertingkat atau bangunan di atas tanah lembek. Pondasi ini terbuat dari beton bertulang dan letaknya tepat di bawah kolom/tiang dan kedalamannya sampai pada tanah keras.
Pondasi tapak ini dapat dikombinasikan dengan pondasi batu belah/kali. Pengaplikasiannya juga dapat langsung menggunakan sloof beton dengan dimensi  tertentu untuk kepentingan pemasangan dinding. Pondasi ini juga dapat dipersiapkan untuk bangunan di tanah sempit yang akan dikembangkan ke atas.
Kebutuhan Bahannya adalah:
- Batu pecah / split (2/3)
- Pasir beton
- Semen PC
- Besi beton
- Papan kayu sebagai bekisting (papan cetakan)

Kelebihan :

  • Pondasi ini lebih murah bila dihitung dari sisi biaya
  • Galian tanah lebih sedikit (hanya pada kolom struktur saja)
  • Untuk bangunan bertingkat penggunaan pondasi foot plate lebih handal daripada pondasi batu belah.

Kekurangan :

  • Harus dipersiapkan bekisting atau cetakan terlebih dulu (Persiapan lebih lama).
  • Diperlukan waktu pengerjaan lebih lama (harus menunggu beton kering/ sesuai umur beton).
  • Tidak semua tukang bisa mengerjakannya.
  • Diperlukan pemahaman terhadap ilmu struktur.
  • Pekerjaan rangka besi dibuat dari awal dan harus selesai setelah dilakukan galian tanah. 

3. Pondasi Pelat Beton Lajur

 

Pondasi pelat beton lajur atau jalur digunakan bila luas penampang yang menggunakan pondasi pelat setempat terlalu besar. Karena itu luas penampang tersebut dibagi dengan cara memanjangkan lajur agar tidak terlalu melebar
Pondasi ini lebih kuat jika dibanding dua jenis pondasi dangkal lainnya. Ini disebabkan seluruhnya terbuat dari beton bertulang. Harganya lebih murah dibandingkan dengan pondasi batu kali untuk bangunan rumah bertingkat.
Ukuran lebar pondasi pelat lajur sama dengan lebar bawah pondasi batu kali, yaitu 70 - 120 cm. Ini disebabkan fungsi pondasi pelat lajur adalah menggantikan pondasi batu belah bila batu belah sulit didapat, atau memang sudah ada rencana pengembangan rumah ke atas.

Kelebihan :

  • Pondasi ini lebih murah bila dihitung dari sisi biaya.
  • Galian tanah lebih sedikit karena hanya berada di titik yang terdapat kolom strukturnya.
  • Penggunaannya pada bangunan bertingkat lebih handal dibanding pondasi batu belah, baik sebagai penopang beban vertikal maupun gaya horizontal seperti gempa, angin, ledakan dan lain-lain

 Kekurangan :

  • Harus dipersiapkan bekisting atau cetakan terlebih dulu (Persiapan lebih lama).
  • Diperlukan waktu pengerjaan lebih lama (harus menunggu beton kering/ sesuai umur beton).
  • Tidak semua tukang bisa mengerjakannya.
  • Diperlukan pemahaman terhadap ilmu struktur.
  • Pekerjaan rangka besi dibuat dari awal dan harus selesai setelah dilakukan galian tanah.

4. Pondasi Sumuran

 

pondasi sumuran
Pondasi sumuran adalah jenis pondasi dalam yang dicor di tempat dengan menggunakan komponen beton dan batu belah sebagai pengisinya. Disebut pondasi sumuran karena pondasi ini dimulai dengan menggali tanah berdiameter  60 - 80 cm seperti menggali sumur. Kedalaman pondasi ini dapat mencapai 8 meter.
Pada bagian atas pondasi yang mendekati sloof, diberi pembesian untuk mengikat sloof. Pondasi jenis ini digunakan bila lokasi pembangunannya jauh sehingga tidak memungkinkan dilakukan transportasi untuk mengangkut tiang pancang.
Walaupun lokasi pembangunan memungkinkan, pondasi jenis ini jarang digunakan. Selain boros adukan beton, penyebab lainnya adalah sulit dilakukan pengontrolan hasil cor beton di tempat yang dalam.

Kelebihan :

  • Alternatif penggunaan pondasi dalam, jika material batu banyak dan bila tidak dimungkinkan pengangkutan tiang pancang.
  • Tidak diperlukan alat berat.
  • Biayanya lebih murah untuk tempat tertentu.

 Kekurangan :

  • Bagian dalam dari hasil pasangan pondasi tidak dapat di kontrol (Karena batu dan adukan dilempar/ dituang dari atas)
  • Pemakaian bahan boros.
  • Tidak tahan terhadap gaya horizontal (karena tidak ada tulangan).
  • Untuk tanah lumpur, pondasi ini sangat sulit digunakan karena susah dalam menggalinya.

5. Pondasi Strauss Pile atau Bored Pile

 

6. Pondasi Tiang Pancang

Cara Menentukan Jenis Pondasi

Dalam pemilihan bentuk pondasi dan jenis pondasi yang memadahi, perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan pondasi tersebut. Hal ini disebabkan tidak semua jenis pondasi dapat dilaksanakan di semua tempat.(Misal penggunaan pondasi tiang pancang pada daerah padat penduduk tentu tidak tepat meskipun secara teknis telah memenuhi syarat).


Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pondasi :


  • Kondisi tanah yang akan dipasangi pondasi.
  • Batasan-batasan akibat konstruksi di atas pondasi (superstructure).
  • Faktor lingkungan.
  • waktu pekerjaan pondasi
  • Biaya pengerjaan pondasi
  • Ketersediaan material pembuatan pondasi di daerah tersebut

Pemilihan Pondasi Berdasar Daya Dukung Tanah : 


  • Bila tanah keras terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter di bawah permukaan tanah maka jenis pondasinya adalah pondasi dangkal. (misal: pondasi jalur, pondasi telapak atau pondasi strauss).
  • Bila tanah keras terletak pada kedalaman sekitar 10 meter atau lebih di bawah permukaan tanah maka jenis pondasinya adalah pondasi tiang minipile, pondasi sumuran atau pondasi bored pile.
  • Bila tanah keras terletak pada kedalaman 20 meter atau lebih di bawah permukaan tanah maka jenis pondasinya adalah pondasi tiang pancang atau pondasi bored pile.
Standar daya dukung tanah menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung tahun 1983 adalah :
  • Tanah keras (lebih dari 5 kg/cm2).
  • Tanah sedang (2-5 kg/cm2)
  • Tanah lunak (0,5-2 g/cm2)
  • Tanah amat lunak (0-0,5 kg/cm2)
Kriteria daya dukung tanah tersebut dapat ditentukan melalui pengujian secara sederhana.
Misal pada tanah berukuran 1 cm x 1 cm yang diberi beban 5 kg tidak akan mengalami penurunan atau amblas maka tanah tersebut digolongkan tanah keras.

Pondasi Strauss Pile atau Bored Pile

     Pondasi strauss pile ini termasuk kategori pondasi dangkal. Pondasi jenis ini biasanya digunakan pada bangunan yang bebannya tidak terlalu berat, misalnya untuk rumah tinggal atau bangunan lain yang memiliki bentang antar kolom tidak panjang.


Pondasi strauss pile
Strauss Pile
Cara kerja pemasangan pondasi ini adalah dengan mengebor tanah berdiameter sesuai perhitungan struktur diameter pondasi. Setelah itu digunakan cassing dari pipa PVC yang di cor sambil diangkat cassing-nya. Cassing digunakan pada tanah lembek dan berair. Jika tanah keras dan tidak berair, pondasi dapat langsung di cor tanpa cassing.

Kedalaman pondasi ini dapat mencapai 5 meter dengan mengunakan besi tulangan sepanjang dalamnya pondasi. Biasanya ukuran pondasi yang sering dipakai adalah diameter 20 cm, 30 cm, dan 40 cm, sesuai dengan tersedianya mata bor. Seperti layaknya pondasi tiang, maka pondasi strauss ini ditumpu pada dudukan beton (pile cap). Fungsi dudukan beton adalah mengikatkan tulangan pondasi pada kolom dan sloof. Selain itu fungsinya adalah untuk transfer tekanan beban di atasnya.



Untuk pondasi bored pile, system kerjanya hampir sama dengan pondasi strauss pile. Perbedaannya hanya terletak pada peralatan bor, peralatan cor, dan system cassing yang menggunakan teknologi lebih modern. Pondasi ini digunakan untuk jenis pondasi dalam dan di atas 2 lantai.

Pondasi bored pile

Kelebihan :

  • Volume betonnya sedikit
  • Biayanya relative murah
  • Ujung pondasi bisa bertumpu pada tanah keras 

Kekurangan :

  • Diperlukan peralatan bor
  • Pelaksanaan pemasangannya relative agak susah.
  • Pelaksanaan yang kurang bagus dapat menyebabkan pondasi keropos, karena unsur semen larut oleh air tanah.

Pondasi Tiang Pancang

pondasi tiang pancang
Pondasi tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang pancang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

Pelaksanaan pekerjaan pemancangan menggunakan diesel hammer. Sistem kerja diesel Hammer adalah dengan pemukulan sehingga dapat menimbulkan suara keras dan getaran pada daerah sekitar. Itulah sebabnya cara pemancangan pondasi ini menjadi permasalahan tersendiri pada lingkungan sekitar.

Permasalahan lain adalah cara membawa diesel hammer kelokasi pemancangan harus menggunakan truk tronton yang memiliki crane. Crane berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan. Namun saat ini sudah ada alat pancang yang menggunakan system hidraulik hammer dengan berat 3 – 7 ton.

Pekerjaan pemukulan tiang pancang dihentikan dan dianggap telah mencapai tanah keras jika pada 10 kali pukulan terakhir, tiang pancang masuk ke tanah tidak lebih dari 2 cm.

Berikut ini cara sederhana untuk menghitung kebutuhan pondasi tiang pancang dan penampang tiang pancang yang akan digunakan :

Misalnya didapat brosure produk tiang pancang segitiga ukuran 25/25. Jika daya dukung setiap tiangnya mencapai 2 ton maka berapakah jumlah tiang dalam setiap kolomnya?

Adapun tahap perhitungannya adalah sebagai berikut:

  • Denah bangunan dibagi-bagi di antara kolom-kolom untuk mengetahui berat yang harus dipikul setiap  pondasi. Dapat juga semua luas denah bangunan dijumlahkan kemudian dibagi ke dalam beberapa titik pondasi dalam setiap kolomnya. Cara kedua ini memiliki kelemahan karena beban di pinggir kolom tentu saja berbeda dengan beban di tengah.
  • Selanjutnya total volume beton dikalikan dengan berat jenis beton, volume lantai dikalikan berat jenis lantai, demikian seterusnya untuk tembok, kayu, genteng, dan sebagainya. Hasilnya dijumlahkan sehingga diperoleh berat = X ton.
  • Selain itu juga dihitung jumlah beban hidup untuk jenis bangunan tersebut. Misalnya beban rumah tinggal 200 Kg/m2. Sehingga diperoleh 200 kg dikalikan dengan seluruh luas lantai, misalnya Y ton.
  • Jumlah semua beban tersebut yaitu : X ton +  Y ton. Misalnya, hasil penjumlahannya 48 ton. Dengan demikian kebutuhan tiang pancang adalah 48 ton : 25 ton atau sekitar dua buah tiang pancang pada satu titik kolom. Jadi jumlah tiang pancang untuk bangunan tersebut adalah hasil perkalian antara jumlah kolom dengan dua titik pancang.
  • Hasil tersebut hanya untuk sebuah tiang pancang yang ukurannya 6 meter setiap batangnya. Bila kedalaman tanah keras adalah 9 meter, maka diperlukan dua buah tiang pancang per titiknya.
  • Hitungan sederhana tersebut mengabaikan daya dukung tanah hasil laboratorium dan daya lekat tanah si sepanjang  tiang pancang. Bila hal tersebut dihitung, jumlah tiang pancang tentu akan berkurang. Bahkan cara perhitungannya tidak sesederhana hitungan di atas.

1. Ukuran Tiang Pancang

 

Berbagai ukuran tiang pancang yang ada pada intinya dapat dibagi dua, yaitu :  
MINIPILE dan MAXIPILE.

a. Minipile (Ukuran Kecil)

Tiang pancang berukuran kecil ini digunakan untuk bangunan-bangunan bertingkat rendah dan tanah relative baik. Ukuran dan kekuatan yang ditawarkan adalah:
  • Berbentuk penampang segitiga dengan ukuran 28 dan 32.
  • Berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20x20 dan 25x25.
- Tiang pancang berbentuk penampang segitiga berukuran 28 mampu menopang beban 25 – 30 ton
- Tiang pancang berbentuk penampang segitiga berukuran 32 mampu menopang beban 35 – 40 ton.
- Tiang pancang berbentuk bujur sangkar berukuran 20x20 mampu menopang tekanan  30 – 35 ton
- Tiang pancang berbentuk bujur sangkar berukuran 25 x 25 mampu menopang tekanan 40 – 50 ton.

b. Maxipile (Ukuran Besar)

Tiang pancang ini berbentuk bulat (spun pile) atau kotak (square pile). Tiang pancang ini digunkan untuk menopang beban yang besar pada bangunan bertingkat tinggi. Bahkan untuk ukuran 50x50 dapat menopang beban sampai 500 ton.

2. Kelebihan dan Kekurangan

 

Kelebihan :
-    Karena dibuat dengan system pabrikasi, maka mutu beton terjamin.
-    Bisa mencapai daya dukung tanah yang paling keras.
-    Daya dukung tidak hanya dari ujung tiang, tetapi juga lekatan pada sekeliling tiang.
-    Pada penggunaan tiang kelompok atau grup (satu beban tiang ditahan oleh dua atau lebih tiang), daya dukungnya sangat kuat.
-    Harga relative murah bila dibanding pondasi sumuran.
Kekurangan :
-    Untuk daerah proyek yang masuk gang kecil, sulit dikerjakan karena factor angkutan.
-    Sistem ini baru ada di daerah kota dan sekitarnya.
-    Untuk daerah dan penggunaan volumenya sedikit, harganya jauh lebih mahal.
-    Proses pemancangan menimbulkan getaran dan kebisingan.

3. Keuntungan dan Kerugian menurut teknik pemasangan

 

a. Pondasi tiang pancang pabrikan.

Keuntungan:
  • Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kwalitas sangat ketat, hasilnya lebih dapat diandalkan.
  • Pelaksanaan pemancangan relative cepat, terutama untuk tiang baja. Walaupun lapisan antara cukup keras, lapisan tersebut masih dapat ditembus sehingga pemancangan ke lapisan tanah keras masih dapat dilakukan.
  • Persediaannya culup banyak di pabrik sehingga mudah diperoleh, kecuali jika diperlukan tiang dengan ukuran khusus.
  • Untuk pekerjaan pemancangan yang kecil, biayanya tetap rendah.
  • Daya dukungnya dapat diperkirakan berdasar rumus tiang pancang sehingga pekerjaankonstruksinya mudah diawasi.
  • Cara pemukulan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung beban vertical.
Kerugian :
  • Karena pekerjaan pemasangannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada daerah yang berpenduduk padat akan menimbulkan masalah di sekitarnya.
  • Untuk tiang yang panjang, diperlukan persiapan penyambungan dengan menggunakan pengelasan (untuk tiang pancang beton yang bagian atas atau bawahnya berkepala baja). Bila pekerjaan penyambungan tidak baik, akibatnya sangat merugikan.
  • Bila pekerjaan pemancangan tidak dilaksanakan dengan baik, kepala tiang cepat hancur. Sebaiknya pada saat dipukul dengan palu besi, kepala tiang dilapisi denga kayu.
  • Bila pemancangan tidak dapat dihentikan pada kedalaman yang telah ditentukan, diperlukan perbaikan khusus.
  • Karena tempat penampungan di lapangan dalam banyak hal mutlak diperlukan maka harus disediakan  tempat yang cukup luas.
  • Tiang-tiang beton berdiameter besar sangat berat, sehingga sulit diangkut atau dipasang. Karena itu diperlukan mesinpemancang yang besar.
  • Untuk tiang-tiang pipa baja, diperlukan tiang yang tahan korosi.

b. Pondasi Tiang yang Dicor di Tempat

Keuntungan:
  • Karena pada saat melaksanakan pekerjaan hanya terjadi getaran dan keriuhan yang sangat kecil maka pondasi ini cocok untuk pekerjaan pada daerah yang padat penduduknya.
  • Karena tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar dan lebih panjang.
  • Diameter tiang ini biasanya lebih besar daripada tiang pracetak atau pabrikan.
  • Daya dukung sstiap tiang lebih besar sehingga beton tumpuan (Pile cap) dapat dibuat lebih kecil.
  • Selain cara pemboran di dalam arah berlawanan dengan putaran jam, tanah galian dapat diamati secara langsung dan sifat-sifat tanah pada lapisan antara atau pada tanah pendukung pondasi dapat langsung diketahui.
  • Pengaruh jelek terhadap bangunan di dekatnya cukup kecil.
Kerugian :
  • Dalam banyak hal, beton dari tubuh tiang diletakkan di bawah air dn kualitas tiang yang sudah selesai lebih rendah dari tiang-tiang pracetak atau pabrikan. Disamping itu, pemeriksaan kualitas hanya dapat dilakukan secara tidak langsung.
  • Ketika beton dituangkan, dikawatirkan adukan beton akan bercampur dengan reruntuhan tanah. Oleh karena itu, beton harus segera dituangkan dengan seksama setelah penggalian tanah dilakukan.
  • Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, terkadang tiang pendukung kurang sempurna karena ada lumpur yang tertimbun di dasar.
  • Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton, maka untuk pekerjaan yang kecil dapat mengakibatkan biaya tinggi.
  • Karena pada cara pemasangan tiang yang diputar berlawanan arah jarum jam menggunakan air maka lapangan akan menjadi kotor. Untuk setiap cara perlu dipikirkan cara menangani tanah yang telah dibor atau digali.

Perencanaan Pondasi

Pondasi
Untuk dapat menentukan jenis pondasi dan ukuran pondasi yang akan dipakai kita harus mengetahui beban yang akan didukung oleh pondasi. Untuk itu kita akan menghitung beban bangunan di atas pondasi secara kasar.

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983, beban hidup untuk bangunan :
  • Rumah tinggal = 200 kg/m2
  • Perkantoran, pertokoan dan ruang kelas = 250 kg/m2
  • Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3
  • Berat jenis pasangan bata = 1700 kg/m3
  • Berat jenis kayu = 1000 kg/m3




Perhitungan berat bangunan adalah :


[Luas Bangunan X Beban hidup (sesuai peruntukan bangunan)] 
+ 
 [(volume beton dan volume bata) X berat jenis masing-masing material]
Misalnya, dari perhitungan tersebut diperoleh angka 1000 ton dan jumlah kolom atau tiangnya 20 buah, maka secara kasar masing-masing kolom menahan beban 50 ton. Dengan demikian kita bisa menentukan model dan ukuran pondasi yang akan dipakai :
  • Jika digunakan pondasi tiang pancang tipe minipile 28/28 maka dibutuhkan sebanyak satu buah tiang pancang. Jika beban yang dipikul 50 ton maka digunakan tiang pancang sebanyak dua buah, begitu seterusnya.
  • Jika digunakan pondasi tapak beton, maka perlu diketahui kekuatan daya dukung tanah nya. Misalkan, tanah keras yang daya dukungnya 0,5 kg/cm2 dan beban yang dipikul satu kolom di atas pondasi adalah 2500 kg, maka diperlukan pondasi tapak beton berukuran 5000 cm2 atau 0,5 m2. Untuk ukuran 0,5 m2 dapat memanjang dengan lebar 1 m x 0,5 m atau berbentuk persegi dengan ukuran 75 cm x 75 cm.

Sifat-Sifat Mekanis Bahan

Sifat-Sifat Mekanis Bahan
Baja Profil WF
Berikut ini beberapa sifat mekanis yang dapat menjelaskan bagaimana bahan merespon beban yang bekerja dan deformasi yang terjadi. Sifat-sifat tersebut adalah:

1. Stiffness (kekakuan) 
Sifat bahan yang mampu renggang pada tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang besar. Ini merupakan ketahanan terhadap deformasi. Kekakuan bahan merupakan fungsi dari Modulus elastisitas E. Sebuah material yang mempunyai nilai E tinggi seperti baja, E = 207.000 Mpa, akan berdeformasi lebih kecil terhadap beban (sehingga kekuatannya lebih tinggi) daripada material dengan nilai E lebih rendah, misalnya kayu dengan E = 7000 Mpa atau kurang.

2. Strength (kekuatan)
Sifat bahan yang ditentukan oleh tegangan paling besar material mampu renggang sebelum rusak (failure). Ini dapat didefinisikan oleh batas proposional, titik mulur atau tegangan maksimum. Tidak ada satu nilai yang cukup bisa untuk mendefinisikan kekuatan, karena perilaku bahan berbeda terhadap beban dan sifat pembebanan.

3. Elasticity (elastisitas)
Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas atau batas elastisitas.

4. Ductility (keuletan)
Sifat bahan yang mampu deformasi terhadap beban tarik sebelum benar-benar patah (rupture). Material ulet adalah material yang dapat ditarik menjadi kawat tipis panjang dengan gaya tarik tanpa rusak. Keliatan ditandai dengan persen perpanjangan panjang ukur spesimen selama uji tarik dan persen pengurangan luas penampang. Besar keuletan dapat dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut :

Persen Pertambahan = (pertambahan panjang ukur : panjang ukur awal) x 100%

Persen pengurangan luas = ((luas awal - luas akhir): Luas awal) x 100%

5. Brittleness (kegetasan)
Menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum rusak. Material yang getas akan tiba-tiba rusak tanpa adanya tanda terlebih dahulu. Material getas tidak mempunyai titik mulur atau proses pengecilan penampang (necking down process) dan kekuatan patah = kekuatan maksimum. Material getas, misalnya : Besi cor, batu, dan semen cor, yang umumnya lemah dalam uji tarik, sehingga penentuan kekuatan dengan menggunakan uji tekan.

6. Malleability (kelunakan)
Sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekerja sebelum benar-benar patah. Kebanyakan material yang sangat liat adalah juga cukup lunak.

7. Toughness (ketangguhan)
Sifat material yang mampu menahan beban impack tinggi atau beban kejut. Jika sebuah benda mendapat beban impack, maka sebagian energi diserap dan sebagian energi dipindahkan. Pengukuran ketangguhan = luasan di bawah kurva tegangan-regangan dari titik asal ke titik patah.

8. resilience (kelenturan)
Sifat material yang mampu menerima beban impack tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran ketangguhan.

Management Alat Berat

alat berat
Berikut ini ringkasan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam management alat berat dalam pekerjaan teknik sipil .

 

1. PELAKSANAAN PEKERJAAN

 

A. Peninjauan Lokasi Proyek

  1. Ploting data dan gambar rencana pada lokasi pekerjaan
  2. Survey dan pengukuran 
  3. Pengujian jenis material
  4. Survey dan pengujian kondisi infra struktur (Acces Road)
  5. Survey kondisi sosial masyarakat

 

B. Alokasi Pekerjaan

  1. Inventarisasi jenis pekerjaan yang menggunakan alat berat.
  2. Perhitungan volume bebagai jenis pekerjaan.
  3. Kondisi dan jumlah tenaga kerja
  4. Perijinan penggunaan infra struktur.
  5. Persiapan fasilitas penunjang operasional
  6. Perincian schedule
  7. Preventif penanggulangan masalah non teknis/ sosial
  8. Penyusunan RAP

 

2. PEMILIHAN DAN PENGADAAN ALAT BERAT

 

A. Pemilihan Alat Berat

  1. Didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomis, yaitu bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan tidak menyimpang dari RAB.
  2. Didasarkan pada kejelasan tentang :
    • Jenis kegiatan (akan menentukan jenis alat berat dan perlengkapannya)
    • Jenis material (akan menentukan model/ type alat berat)
    • Jumlah dan ukuran alat berat, dengan mempertimbangkan : 
      1. Produksi alat berat yang menguntungkan sesuai dengan keadaan medan, jenis material, dan jarak pemindahan
      2. Harga satuan pekerjaan yang terkecil dari kombinasi alat berat.
      3. Jumlah alat berat yang paling minimum dan tepat dari kombinasi beberapa alat berat.
      4. Kombinasi dari alat berat yang sederhana.
    • Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan : 
      1. Pemilihan dari alat berat yang telah dimiliki.
      2. Pemilihan dari alat berat yang ada di pasaran atau perlu pemesanan khusus.
      3. Tersedianya suku cadang dari alat berat yang telah dipilih.

 

B. Pengadaan Alat Berat

  1. Asal Alat Berat
    • Pemindahan dari lokasi/ proyek lain.
    • Peminjaman sementara dari lokasi/ proyek lain.
    • Sewa.
    • Beli baru/ bekas, modifikasi.
  2. Sumber Biaya (khusus pengadaan alat berat)
    • Biaya sendiri
    • Biaya dari pinjaman luar(Bank/ luar negeri)
    • Biaya-biaya lain/ pendukung.

 

3. CARA PELAKSANAAN PEKERJAAN  ALAT BERAT

 

  1. Owner :
    • Dikerjakan sendiri (swakelola).
    • Dikerjakan Kontraktor (pihak ke II)
  2. Kontraktor :
    • Dikerjakan sendiri (swakelola).
    • Dikerjakan Sub Kontraktor (pihak ke III)
  3. Personil pelaksanaan pekerjaan div. alat berat
    • Dipimpin oleh seorang manager bagian alat berat
    • Membawahi supervisor pengendalian pekerjaan konstruksi sipil
      1. Pengawasan pekerjaan sipil
      2. Pengawasan pengoperasian alat berat, dengan target: terpenuhi secara kwalitas, kwantitas (volume), dan sesuai schedule.
    • Membawahi supervisor pengendalian unit mekanik 
      1. Pengendalian operasional alat berat
      2. Pengendalian pemeliharaan alat berat
      3. Pengendalian administrasi alat berat 

 

4. ANALISA RAB 

 

  1. Volume Pekerjaan (dihitung).
  2. Kapasitas Produksi Alat Berat (dihitung).
  3. Harga Satuan Pekerjaan (HSP).
    • Biaya produksi satu unit alat berat. (Biaya Langsung, Biaya tak Langsung dan Keuntungan dan Pajak ).
    • Kapasitas Produksi Alat Berat (sudah dihitung) 

HSP = Biaya Produksi : Kapasitas Produksi

RAB = HSP x Volume

Penetapan Agregat dan Kebutuhan Air pada Beton

1. Penetapan Besar Butir Maksimum Agregat pada perencanaan Beton

Penetapan besar butir agregat maksimum pada beton normal memiliki 3 pilihan, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm.
Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut:

  1. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 3/4 kali jarak bersih antar baja tulangan, atau antar berkas baja tulangan, atau antar tendon pra-tegang, atau selongsong.
  2. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat.
  3. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak terkecil antara bidang samping cetakan.
2. Perkiraan Kebutuhan Air pada perencanaan Beton
Jumlah air yang diperlukan per m3 beton, diperkirakan berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan. (Lihat tabel).
Besar Ukuran max. Agregat (mm)   
Jenis Agregat   
Kebutuhan air per m3 beton (liter)   
slump (mm)
0-10
10 - 30
30 - 60
60 - 180
10
Alami
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
20
Alami
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
40
Alami
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205

Keterangan : Dalam tabel di atas, apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan pecahan), maka jumlah air yang diperkirakan, dapat dicari dengan rumus berikut:

A = 0,67 Ah + 0,33 Ak

Dengan :
A   = Jumlah air yang dibutuhkan (liter/m3)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya.
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya.

Deviasi Standar pada Perhitungan Perencanaan Beton

Sample uji beton
Sample uji beton
Deviasi standar (S) adalah alat ukur tingkat mutu pelaksanaan pembuatan beton. Nilai S ini digunakan sebagai salah satu data masukan  pada Perencanaan Campuran Adukan Beton.

  1. Jika pelaksana tidak mempunyai data pengalaman hasil pengujian contoh beton pada masa lalu, maka nilai deviasi standar (S) tidak dapat dihitung.
  2. Jika pelaksana produsen beton mempunyai data pengalaman, maka menurut "Tata Cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung" (SK SNI 03-xxxx-2002) nilai deviasi standar (S) ditetapkan sebagai berikut :
Perhitungan nilai deviasi standar berdasarkan pengalaman lapangan boleh dilakukan jika :
Fasilitas produksi beton (pembuat beton) mempunyai catatan hasil uji, dengan syarat :
  1. Jenis bahan dasar beton serupa dengan yang akan dibuat.
  2. Kuat tekan beton yang disyaratkan pada kisaran 7 Mpa dari kuat tekan yang akan dibuat.
  3. Jumlah contoh minimum 30 bh berurutan atau 2 kelompok sample yang masing-masing berurutan dengan jumlah seluruhnya minimum 30 bh.
    Nilai deviasi standar dihitung dengan rumus :
    S   = deviasi standar (Mpa)
    fc'  = Kuat tekan masing-masing sample beton (Mpa)
    fcr = Kuat tekan rata-rata (Mpa)
    N  = Banyaknya nilai kuat tekan beton

  4. Jika jumlah sample kurang dari 30 bh (syarat 3) tetapi hanya ada 15 bh s/d 29 bh dan dari pengujian yang berurutan dalam periode waktu tidak kurang dari 45 hari kalender, maka nilai deviasi standar baru dikalikan faktor pembesar yang tercantum pada tabel di bawah ini.
untuk nilai antara boleh dipakai metode interpolasi.
Jumlah contohFaktor Pembesar
kurang dari 15
-
15
1,16
20
1,08
25
1,03
30 atau lebih
1,00
Tabel faktor pembesar

Alat Berat Pada Pekerjaan Beton

Peralatan pembetonan, secara garis besar dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Peralatan pengangkat dan pengangkut material beton (Concrete Material Handling  equipment).
  2. Peralatan pencampur beton (Concrete Batching and Mixing Plant).
  3. Peralatan untuk membawa campuran beton dalam penecoran (Concrete hauling).
  4. Concrete bucket dan pouring equipment.
  5. Pompa beton (Concrete Pump).

PERALATAN PENGANGKAT DAN PENGANGKUT MATERIAL BETON

 

alat berat pada pekerjaan beton
Tank Truck Untuk Mengangkut Semen

Yang dimaksud material beton disini adalah :

1. Material dari betonyang dibuat secara Precast, misalnya : caison, pipa-pipa, tiang pancang, girder jembatan, dll.

 

Sehingga untuk sampai pada job site (lokasi pekerjaan) diperlukan alat berat untuk mengangkutnya.
  • Alat Berat untuk mengangkat material beton : crane, loader boom, mobil lift.
  • Sedangkan untuk mengangkutnya digunakan : tariler untuk jalan darat dan kapal untuk jalan laut.

2. Material agregat, seperti pasir, kricak, dan semen.

 

Jika lokasi pengambilannya (query area) tidak terlalu jauh, biasanya cukup menggunakan truck / dump truck, tapi jika lokasinya terlalu jauh atau bahkan sampai menyeberang laut, maka bisa menggunakan kapal.
Agregat tersebut disimpan dalam suatu "bin" yang berfungsi sebagai penampung sementara, untuk kemudian diangkut menuju batching plant, peralatan pembawanya bisa berupa belt conveyor, bucket conveyor atau loader.
Untuk material PC, terutama dalam keadaan curah pengangkutannya dilakukan oleh :
  • Special hooper bottom car, berkapasitas 400 barrel.
  • Tank Truck berkapasitas 250 barrel.
  • Water tight barge dengan kapasitas lebih dari 400 barrel.

Untuk membongkar semen dari hooper digunakan screw conveyor, bucket conveyor yang tertutup, atau pneumatic air pump conveyor.

pneumatic air pump conveyor
Pneumatic Air Pump Conveyor

Peralatan Pencampur Beton

Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk mencampur beton (concrete batching and mixing).

concrete mixer
Concrete Mixer

Concrete Mixer (Pencampur Beton)

  • Alat ini prinsipnya terdiri atas beberapa buah silinder tegak yang dapat berputar terhadap poros memanjangnya, atau ada yang berporos miring.
  • Poros ini dapat diatur sedemikian rupa untuk memudahkan pemasukkan agregat dan pengeluaran beton yang sudah dicampur.
  • Di dalam silinder ini terdapat sejumlah dayung (paddle) yang akan mengaduk campuran agregat bila silinder tersebut berputar, akibat proses ini campuran beton menjadi merata dan dapat menghasilkan beton yang baik.
  • Kemudian air dimasukkan ke dalam silinder setelah agregat tercampur sempurna.
  • Volume campuran beton ditentukan oleh banyaknya silinder, yang biasanya memiliki kapasitas nominal 1/3 atau 1/4 volume silinder, dimana ruang sisanya diperlukan untuk proses pencampuran.
  • Perhitungan kapasitas produksi dari alat mixer ini dapat dihitung dengan rumus:
Qm =   60 (V) K
27 (c + m)

Dimana :
Qm = produksi beton (cuyd/jam)
V = volume silinder (cuft)
K = Jumlah standar volume yang diijinkan 1,1 - 1,2
c = waktu min pengisian dan pengeluaran (mt)
m = waktu mencampur (menit)

1 m = 35,31 cuft = 1,3079 cuyd.

Batching Plant
Batching Plant

Batcher Equipment (peralatan penakar)

  • Konstruksi batcher berupa sebuah container yang berfungsi untuk menampung dan mengukur material beton sebelum dituangkan ke dalam mixer.
  • Kapasitas batcher minimal tiga kali lebih besar dari mixer (setiap 3 kali beroperasinya mixer, batcher cukup diisi satu kali).
  • Material dari batcher yang akan masuk ke dalam mixer melewati pintu yang dapat diukur secara manual, listrik atau kompressor.

Pondasi


Pondasi adalah struktur bangunan bagian bawah yang berfungsi meneruskan gaya dari segala arah bangunan di atasnya ke tanah. Dengan demikian pembangunan pondasi harus dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat pondasi itu sendiri, beban-beban berguna, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain.
Adanya penurunan pondasi setempat atau secara merata melebihi batas tertentu akan menyebabkan rusaknya bangunan atau menimbulkan patahan pada beton. Oleh karena itu penggalian tanah untuk pondasi sebaiknya harus mencapai tanah keras.

Secara umum terdapat dua macam pondasi, Yaitu:
  1. Pondasi Dangkal : dipakai untuk bangunan bertanah keras atau bangunan-bangunan sederhana. 
  2. Pondasi Dalam : dipakai untuk bangunan bertanah lembek, bangunan berbentang lebar (memiliki jarak kolom lebih dari 6 meter), dan bangunan bertingkat.

Pondasi Dangkal

Yang termasuk Pondasi dangkal antara lain:
  • Pondasi batu kali setempat
  • Pondasi lajur batu kali
  • Pondasi tapak atau plat beton setempat
  • Pondasi beton lajur
  • Pondasi Strauss
  • Pondasi tiang pancang kayu

Pondasi Dalam

Yang termasuk pondasi dalam antara lain :
  • Pondasi tiang pancang (beton, besi, pipa baja)
  • Pondasi sumuran
  • Pondasi Bored Pile
  • dll
      Untuk menghindari penurunan setempat pada pondasi (pada salah satu kolom), maka pondasi bagian atas dihubungkan, atau di ikat dengan beton sloof. Beton sloof ini berfungsi untuk menahan resapan atau rembesan air tanah ke dinding bangunan dan menahan bangunan.
     Dengan adanya beton sloof ini, juga berfungsi sebagai beton pengikat pondasi yang bila terjadi penurunan pada bangunan maka akan terjadi penurunan secara bersama-sama (turun seragam sehingga tidak menimbulkan kerusakan).

Jumat, 26 April 2013

Tanah

I. Pengertian Tanah


    Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat (agregat) yang tidak tersementasi satu sama lain, dan atau dari bahan organik yang melapuk, dimana diantara butiran terdapan ruang-ruang kosong yang terdiri oleh zat cair dan udara.

II. Asal Usul Tanah


   Tanah merupakan hasil pelapukan batuan.
   Dikelompokan menjadi 2 (dua) grup besar, yaitu :
  1. Tanah yang terjadi oleh penumpukan produk pelapukan batuan di tempat asalya ; Tanah Residu (residual soils)
  2. Tanah yang terjadi oleh produk pelapukan yang kemudian terbawa ketempat lain ; Tanah Sedimen (transported soils)
  • Siklus Batuan Proses Terjadinya Tanah 

 III. Jenis Tanah

  •   Tanah Residu
Tanah yang terbentuk oleh penumpukan produk pelapukan batuan ditempat asalnya.
  • Tanah Sedimen
  1. Tanah Glacial : Terbentuk karena produk pelapukan terangkut dan terdeposisi oleh es atau gletser (sungai es).
  2. Tanah Aeolian : Terbentuk karena produk pelapukan terangkut dan terdeposisi oleh angin.
  3. Tanah Aluvial : Terbentuk karena produk pelapukan terangkut oleh air dan terdeposisi sepanjang sungai atau pantai.

IV. Partikel Tanah

  • Tanah dapat disebut sebagai :
  1. Kerikil (Gravel) → G
  2. Pasir (Sand)  → S
  3. Lanau (Silt) / Mohs → M
  4. Lempung (Clay) → C
Tergantung pada ukuran partikel yang dominan.
  • Pengelompokan Tanah
  1. Tanah berbutir kasar : Kerikil dan Pasir
  2. Tanah berbutir halus : Lanau dan Lempung

Flag Counter